"Lewat Djam Malam" Diselamatkan: Masih Mungkin Berharap ke Pemerintah?

Martin Scorsese, sutradara Goodfellas dan Hugo, memuji, "Lewat Djam Malam is revealing."Scorsese, dalam video pengantar pemutaran restorasi Lewat Djam Malam, bersikeras menyebut"Lewat Djam Malam" dan bukannya "After the Curfew", judul Inggris yang lebih mudah di lidahnya. Ia juga benar menyebutkan "Usmar Ismail", sebagai sutradara film itu, walau terpeleset menyebut "Arzil Sani" untuk Asrul Sani sebagai penulis skenario film tersebut. 

Video pengantar dari Scorsese itu diputar pada Senin malam, 18 Mei 2012, pukul 19.00 WIB, di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Jakarta, dalam acara bertajuk "Lewat Djam Malam: Diselamatkan". Lima puluh delapan tahun setelah film itu dibuat,Lewat Djam Malam selesai direstorasi (diperbaiki, disempurnakan kembali). Segera saja, hasil restorasi itu diputar gala dunia, di Festival Film Cannes 2012 pada 17 Mei 2012 lalu. Seperti diungkap Scorsese, yang juga pemrakarsa World Cinema Foundation, Lewat Djam Malam diakui sebagai warisan "sinema dunia".




Dan pada 21 Juni 2012, film klasik kita yang rupanya kelas dunia itu akan diputar di bioskop-bioskop beberapa kota Indonesia. "Rencananya, akan dikelilingkan selama lima minggu, bergantian dari kota ke kota," ujar JB. Kristanto, kritikus film senior dan pemrakarsa filmindonesia.or.id. Lebih lengkapnya, seperti tertulis di situs tersebut, gelombang pemutaran pertama Lewat Djam Malam akan diputar di jaringan bioskop 21 dan Blitz Megaplex di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya. Sepanjang acara sambutan, ada celetukan-celetukan dari sebagian penonton, tentang absennya pemerintah dari proyek penting ini. Jajaran warga yang berinisiatif merestorasi film ini, seperti tampak di panggung, antara lain adalah Sinematek Indonesia, JB. Kristanto, Lisabona Rahman (dari Kineforum Dewan Kesenian Jakarta), Alex Sihar dan Lintang Gitomartoyo (dari Yayasan Konfiden), Totot Indrarto (dari filmindonesia.or.id dan Sahabat Sinematek), bekerjasama dengan National Museum of Singapore/NMS), dan World Cinema Foundation. Bermula saat Philip Cheah, kritikus dan kurator film dari Singapura yang sangat memuja Iwan Fals, mengontak JB. Kristanto dan Lisabona pada Januari 2010. Cheah menawarkan buku Katalog Film Indonesia karya JB. Kristanto diterbitkan dalam bahasa Inggris, dibarengi pemutaran film Indonesia klasik yang direstorasi. Pada September 2010, Lisa melakukan riset teknis dan ketersediaan fisik

Lewat Djam Malam. Bola pun bergulir, restorasi film ini jadi proyek internasional. Pada Januari 2011, NMS mengontak L'Immagine Ritrovata, di Bologna, Italia, untuk memulai proses restorasi. Davide Pozzi, Direktur L'Immagine, menyajikan proses restorasi yang sangat rumit itu dalam acara Lewat Djam Malam: Diselamatkan. Presentasinya mendapatkan desah kekaguman dan tepuk tangan penonton berkali-kali: alangkah rumit, sukar, dan nyaris mustahilnya merestorasi artefak budaya yang tak terpelihara! Teknologi baru dilibatkan. Seluruhnya menelan biaya sekitar tiga miliar rupiah. (Tommy F. Awuy, dalam sebuah twit-nya, menyebut bahwa sumbangan pemerintah untuk proyek ini hanya Rp. 25 juta!) Inisiatif warga (banyak di antaranya, dari angkatan muda Indonesia) bekerjasama dengan berbagai lembaga internasional, termasuk pemerintah Singapura, untuk menyelamatkan Lewat Djam Malam tentu mengharukan. Tak heran, ketika tiba-tiba saja, di luar jadwal, ada pidato berkepanjangan dari Wiendu Nuryanti, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengesankan ada peran besar pemerintah Indonesia dalam proyek ini, banyak undangan menyatakan keberatan.

Memang pantas disayangkan, pidato yang panjang itu zonder janji kongkret apa pun bahwa proyek restorasi semacam akan berlanjut atau didukung pemerintah. Padahal, seperti diingatkan oleh Totot saat memperkenalkan Sahabat Sinematek, masih ada sekitar 100 film Indonesia klasik yang sudah dalam keadaan "dalam bahaya" di Sinematek saja. Sementara, Sinematek Indonesia yang didirikan oleh Misbach Jusa Biran dan SM. Ardan (keduanya almarhum) baru menampung 14% saja dari lebih dari 3000-an film Indonesia yang pernah dibuat. "Penyelamatan Lewat Djam Malam ini langkah awal," ujar Totot. Sebab, seperti kata JB. Kristanto berulangkali, masa lalu kita (yang tersimpan sebagian di Sinematek ini) adalah masa depan kita. Bagi yang ingin turut serta menyelamatkan film-film klasik kita yang lain, silakan gabung ke Sahabat Sinematek, yang keanggotaannya bersifat terbuka. Sebelum itu, mari kita ramaikan bioskop yang memutar Lewat Djam Malam mulai 21 Juni 2012.

HIKMAT DARMAWAN

Dikutip dengan seijin penulis.

Sumber: Mizan.com

2 comments:

  1. Salam kenal, ini review saya setelah kemarin menontonnya;

    http://oldiesparadise.blogspot.com/2012/06/after-curfew-1954.html

    ReplyDelete
  2. Takdir, boleh kami muat juga resensimu di blog ini?

    ReplyDelete