Film "Lewat Djam Malam" Tayang Perdana di Kompas TV 17 Agustus 2012 mulai 20.00 WIB

Film Spesial 'LEWAT DJAM MALAM' (Usmar Ismail) - 17 Agustus | 20.00WIB di KOMPAS TV

'Film yang berhasil memberikan pengalaman menonton yang hebat, dibuat dengan penuh gairah dan sungguh membuka mata', ujar Martin Scorsese tentang film LEWAT DJAM MALAM.

Film karya Usmar Ismail (sutradara) itu dibuat pada 1954 dan tersimpan di Sinematek Indonesia dalam keadaan rusak. Melalui kerjasama antara Yayasan Konfiden, Sinematek Indonesia, Singapore National Museum dan World Cinema Foundation yang didirikan oleh Martin Scorsese LEWAT DJAM MALAM berhasil diselamatkan melalui proses restorasi di Italia dari Agustus 2011 hingga Maret 2012. Sebelum ditayangkan di Indonesia, film tersebut diputar di Festival Film Cannes dan masuk kategori World Classic Cinema.

Usmar Ismail yang merintis karir di dunia teater mengarahkan akting dengan sangat baik. Filmnya juga menyajikan tata busana, musik tarian, hingga gaya bahasa yang sangat kha di periodenya. LEWAT DJAM MALAM adalah jendela untuk melihat masa lalu Indonesia tapi kontennya tetap relevan di masa kini.

Sunyinya "Lewat Djam Malam" di Solo

Kembali ke masa pascarevolusi. Inilah nuansa yang menyeruak di film karya sutradara besar Indonesia, Usmar Ismail, Lewat Djam Malam. Film yang diproduksi tahun 1954 ini baru saja direstorasi untuk ditayangkan ulang di bioskop Indonesia. Meski telat hampir dua bulan dibanding premiere di kota-kota lain, Solo akhirnya menayangkan film yang santer disebut sebagai film terbaik Indonesia di masanya ini, Kamis (9/8/2012).

Sayang, antusiasme penonton Solo menyimak film bersejarah itu sangat memprihatinkan. Bila di premiere film Hollywood seperti Amazing Spiderman dan The Dark Knight Rises kursi selalu penuh, Lewat Djam Malam justru sebaliknya. Ketika Solopos.com menonton film ini di Grand 21 Solo Grand Mal (SGM), Kamis malam, hanya delapan bangku yang terisi.

Salah seorang penonton, Hanif, 23, mengaku tertarik melihat film hitam putih itu setelah membaca resensi di internet. Ia penasaran dengan kondisi Indonesia pascarevolusi kemerdekaan. “Film ini Indonesia banget. Bisa menyampaikan transisi masa revolusi ke modern secara gamblang dan apa adanya,” ujar mahasiswa semester akhir UNS ini.

Film yang pernah diputar di Festival Film Cannes 2012 itu berkisah tentang mantan pejuang bernama Iskandar (AN Alcaff). Ia memutuskan keluar dari dinas ketentaraan dan memulai hidup baru sebagai warga sipil di Bandung. Konflik dimulai ketika ia menemukan rekan tentaranya terlibat korupsi yang mengatasnamakan perjuangan mereka.

Dibalut nuansa kelam layaknya film noir, Lewat Djam Malam sukses mengaduk-aduk emosi penonton. Manajer Grand 21 SGM, Sriyono, mengakui animo penonton hari pertama Lewat Djam Malam mengecewakan. Pihaknya menilai keterlambatan film tersebut masuk ke bioskop Solo adalah penyebabnya. “Di bioskop kota-kota besar lain, film ini sudah diputar Juni lalu. Mungkin penonton yang penasaran sudah menyimaknya di Jogja,” ujarnya tentang film yang menyabet penghargaan di Festival Film Indonesia 1955.  

Chrisna Chanis Cara/JIBI/SOLOPOS
Sumber: Solopos.com

Laporan Tentang Persiapan Pembuatan Filem "Lewat Djam Malam"

Pembaca yang membaca harian atau majalah tentu telah mengetahui, bahwa beberapa bulan yang lalu dua perusahaan filem Indonesia Persari dan Perfini telah memulai pembuatan filem Lewat Djam Malam, sebuah filem yang pada awalnya diperuntukkan bagi festival filem Asia di Tokyo tapi karena sesuatu halangan filem itu tidak jadi dikirimkan.

Meskipun sekarang ini filem tersebut tidak lagi dipertunjukkan di bioskop-bioskop, namun para pembahas filem telah menuliskan banyak artikel yang menyinggung filem itu dalam surat kabar-surat kabar, majalah-majalah, dan juga dalam halaman Gelanggang ini kita dapat melihat kutipan-kutipan dari adegan yang terdapat dalam filem. Dalam tulisan-tulisan yang telah saya sebutkan tadi, terbayang semacam harapan atas baiknya filem ini. Hal ini dapat dimengerti karena filem ini tak dimaksudkan hanya untuk memperoleh keuntungan semata –ia tidak dibuat sebagai sebuah filem komersil. Apakah harapan ini kelak akan terpenuhi tidaklah dapat dikatakan sekarang karena sebuah filem baru dapat disebut selesai jika ia telah ditayangkan di atas layar putih depan kita. Biarpun saya telah mendapat kesempatan untuk menonton beberapa potongan adegan yang telah jadi, toh tidaklah berarti hal itu dapat menentuan penghargaan terhadap filem tersebut.

Lewat Djam Malam (1954) Salah-satu-adegan

Apa yang saya tulis di bawah ini adalah hasil dari pelbagai percakapan dengan beberapa tokoh Persari dan Perfini yang terlibat dengan persiapan filem ini. Mula-mula, tulisan ini akan saya diamkan saja sambil menunggu filem itu selesai dibuat. Tapi ada faktor lain yang menyebabkan saya menuliskan tulisan ini –lebih kurang terlepas dari hasil yang dicapai oleh Persari-Perfini dalam filem ini kelak. Sebagai sebuah ‘usaha’ menarik perhatian. Karena dari percakapan yang mereka lakukan dapat kita rasa bagaimana mereka mencoba mencari jalan dan karena dari usaha ini kelihatan bahwa menulis sebuah skrip filem tidaklah mudah dan bahwa membuat sebuah filem yang baik lebih lagi sulit dari itu. Biarpun pada sebuah filem seni biasanya ada tokoh yang ‘mempengaruhi’, suteradaranya atau pengarang ceritanya atau juru kameranya, tapi toh filem adalah hasil dari suatu kerja bersama, sehingga jika salah seorang dari mereka kandas maka filem itu tidak akan sempurna jadinya. Ada seorang seniman mengatakan bahwa untuk sementara ini di Indonesia tidak mungkin membuat filem yang baik jika belum ada seorang editor filem yang betul-betul ‘seniman’.

Keyakinannya ini bukan tidak pada tempatnya, karena sineas Rusia yang terkenal, Pudovkin, telah membuktikan dalam filem dan pemikiran-pemikirannya bahwa em>montase adalah jiwa dari filem. Pada pokoknya seni Pudovkin, juga Eisenstein terletak pada ‘menimbulkan gambar ketiga dari dua gambar tersusun’. Dalam jargon filem hal ini disebut dynamic cutting. Memang benar, bahwa hampir semua filem Indonesia boleh dikatakan tidak di-’edit’ sama sekali, sehingga irama dari filem-filem itu tidak karuan. Tapi, juga seorang editor harus belajar. Dan tiada akan pernah muncul sebuah filem yang baik jika editornya tidak mendapat kesempatan belajar dan melatih diri. Soal ini sudah agak menyimpang sedikit. Kita akan kembali pada pokok asal kita, “sebuah laporan tentang persiapan pembuatan filem Lewat Djam Malam”.